Hemz ini fenomena yang terjadi di tempat kerja saya. Bawahan yang
berselingkuh dengan atasannya. Kasian juga sih kalau mikirin anaknya dan
suaminya. Tapi kan yang tau kondisi keluarganya kan dirinya sendiri. Yah, dia
sudah cukup dewasalah kalau cuma harus milih antara selingkuhannya atau
suaminya. Kadang sering sih dengar dia bergosip ria dengan sang selingkuhan di
telpon, alasannya saya lembur makanya gak pulang padahal waktu 2 jam istirahat
dihabiskan untuk nelpon sang selingkuhan yang sebenarnya juga bekerja di
perusahaan yang sama namun beda divisi. Inilah efek BBM, karena sering BBMan
jadi deket, ujung-ujungnya telpon telponan deh. Halakh, kasian banget ya BBM
disalahkan.
Sebenarnya artikel ini bukan buat ngehina atau mikir buruk soal si Mbak
–yang sebenarnya bawahan saya sih- dan si lelaki –yang rekan kerja saya
seprofesi- tapi saya berniat untuk berbagi pengalaman dan curhat gak jelas
disini, mengingat atau tepatnya bernostalgi tenang kenangan saya dengan
tunangan orang tahun 2010 lalu. Saya memang salah waktu itu, bahkan mungkin otak
saya cenderung bermasalah. Bisa-bisanya saya ‘jalan’ dengan tunangan orang yang
sebentar lagi mau menikah dan parahnya dia terang-terangan mengakui kalau dia
gak mungkin ninggalin tunangannya untuk saya karena dia sudah menghisap sari
sang tunangan. Dan taukah anda saudara-saudara reaksi saya waktu itu hanya
lempeng saja. Peduli amat, bukan saya ini yang dinikmatin. Kadang saya mikir,
saya masih punya hati gak sih??? Kok kayanya saya tega banget ya ngerebut
tunangan orang dan sama sekali gak ngerasa berdosa waktu itu.
Tapi untungnya –ciri khas orang Indonesia, selalu bisa untung walaupun
apa pun yang terjadi- saya cepat menyadari kebodohan saya dan meninggalkan sang
lelaki tanpa ucapan selamat tinggal. Peduli amat, sifat evil yang saya miliki
sedang kumat saat itu. Semua telpon dan SMS geje-nya saya reject dan saya hapus
sebelum saya baca. Untungnya saya keburu pergi ke kota lain setelah insiden
mengerikan itu dan kembali beberapa bulan kemudian. Dasar saya manusia yang
mungkin gak memiliki hati, santai saja saya kembali dan melupakan kejadian gak
penting itu. Mencuekin dia dan mengganggapnya gak pernah ada, sampai sekarang
setelah 1 tahun saya berkerja di tempat yang sama, mungkin intensitas saya
menyapanya bisa dihitung dengan jari tangan kiri saya.
Itulah salah satu kejelekan sifat yang saya miliki, jika sudah mengakhiri
sesuatu maka saya tak akan pernah memulainya lagi. Walaupun dalam bentuk
pertemanan, menurut saya kisah ini sudah sampai titik dan saya tidak akan
melanjutkan sekuelnya kaya sinetron kita yang entah sampai session keberapa
saya samai lupa cerita awalnya sakin lamanya sinetron tersebut di tayangkan.
Ok kembali ke soal selingkuh. Saya sebenarnya termasuk manusia penganut sistem
happy ever after yang maunya semua kisah berakhir bahagia. Makanya saya membenci
baca buku yang berakhir tragis, misalnya tokoh utama pria yang saya senangi
tidak menikah dengan tokoh utama wanitanya atau
sang tokoh utama meninggal karena kanker wlaupun saya lebih menolerir
ending yang saya sebutkan belakangan, tapi saya sangat membenci perselingkuhan.
Karena menurut saya itu tidak adil untuk sang pasangan. Kalau ternyata dia
selingkuh juga sih gak masalah, nah kalau ternyata dia setia dan menjaga
hatinya bagaimana??? Alangkah hancur hatinnya. Ketika menjalin hubungan saya cenderung
menjadi tokoh yang dihancurkan bukan penghancur karena saya memegang prinsip
wanita yang baik untuk lelaki yang baik, jadi menurut saya kalau saya baik-baik
saja dan menjaga hati saya maka dia juga akan begitu, namun ternyata dia
meningglkan saya dengan alasan klise yang sebenarnya saya artikan kalau dia
menemukan wanita lain yang lebih dari saya.
Namun saya sangat mengagumi kesabaran dan keiklasan serta maaf yang telah
dimiliki seorang sahabat saya kepada mantan pacarnya dulu. Sudah sering saya
mendengar dia diselingkuhi, di pukul jika sang lelaki sedang marah, belum lagi
kata-kata kasar yang berhamburan dari mulutnya maupun dari untaian kata SMS
yang dikirimnya, anehnya teman saya tetap saja memaafkannya. Seolah dia sudah
buta dan tuli. Mungkin ini yang dikatakan dengan kekuatan cinta. Padahal cinta
yang diberikannya tidak sebanding dengan cinta yang diberikan sang lelaki. Dan
sekarang ketika otaknya sudah kembali normal dan kata cinta bukan lagi
priorotas dia sering sekali menertawai dan membodohi kelakuannya dihari yang
lalu.
Kemudian saya mendengar ada yang berkata, saya sudah tidak bahagia lagi
dengan pasangan saya. Wajar donk saya mencari kebahagian lain dari pasangan
lain. Waduh, saya bingung harus memberi komentar apa, karena mendengar alasan itu
saya jadi berpikir, jadi kalau gak bahagia bisa menghalalkan selingkuh ya???,
hemz baru tau tuh. Intinya menurut saya selingkuh itu harus dihindari dan
jangan sampai dilakukan, walaupun judulnya mau mencari kebahagian. Kalau sudah
gak bahagia tinggalin aja sih, terus cari yang baru, ini tips untuk yang
pacaran. Kalau yang sudah nikah, kalau merasa gak bahagia mending dibahas lagi
dengan pasangan. Jaga komunikasi, terus terang lebih baik walaupun endingnya
bakal menyakitkan lalu cari solusinya bersama. Setiap masalah ada jalan
keluarnya kok, percaya deh, gak mungkinlah Tuhan memberikan masalah tanpa
penyelesaiannya.
Saya sok tau ya???
Hahahaha..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar